Di minggu sore ketika berkeliling tanpa tujuan, kami memutuskan untuk mencoba mampir ke Repvblik Café yang berada di daerah Setiabudi. Tatanan exterior dan interior yang kental dengan era kolonial membuat kami tertarik untuk menghabiskan akhir pekan di cafe ini, beda dengan salah satu tempat tongkrongan yang lebih bersifat oriental walau dibawah satu kepemilikan, Kopitiam Ong. Kami pun mulai memesan secangkir cappuccino, black coffee, dan latte, serta menu makanan seperti spaghetti dan nasi goreng hitam.
Pesanan cukup lama tiba di meja kami, tetapi suasana santai di dalam cafe ini membuat kami lupa akan hal tersebut. Interior dengan langit-langit yang cukup tinggi membuat ruangan ini sejuk tanpa harus menggunakan pendingin ruangan, ditambah dengan banyaknya ventilasi dan pintu terbuka.
Sayangnya rasa makanan yang standard dan kopi yang menurut kami terlalu manis merupakan salah satu faktor yang harus ditingkatkan agar melengkapi interior yang sudah pas dengan suasananya. Selain itu, kami rasa tempat ini juga cocok menjadi tongkrongan anak muda karena harga yang tidak tinggi serta adanya fasilitas wifi.
Roemah Kopi Wak Noer
Hari minggu yang lalu kami mendapat kehormatan untuk berkunjung ke Roemah Kopi Wak Noer (RKWN), sebuah tempat hangout yang baru saja dibuka kurang dari sebulan lamanya. Terletak di Jalan Uskup Agung no 15, lokasi RKWN bersebelahan dengan restoran Italia yang cukup terkenal di Medan, Trattoria.
Sesampainya di lokasi, kami pun disambut oleh Jeannette dan Pheny Stephen, director of international division dari PT Indodairy Continental, yang telah berhasil memasarkan produk kopi Wak Noer ke luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan testimonial dari salah satu chef White House di Amerika, review positif dari Toni Wahid, coffee blogger kondang Indonesia, serta beberapa foto yang tampak menghiasi dinding interior RKWN seperti izin dan sertifikasi.
Beberapa saat kemudian, Syphon Hario yang telah diisi bubuk kopi luwak serta French Press yang telah berisi house blend kopi Wak Noer hadir di meja kami, Pheny sebagai host kemudian memulai proses cupping agar kita tahu dan mengerti perbedaan rasa antara kopi arabica dengan kopi luwak. Dijelaskan bahwa baik kopi house blend dan kopi luwak dapat dinikmati seketika dituangkan ke cangkir, namun akan lebih nikmat apabila menunggu sampai suhunya sedikit turun. Kami awali dengan mencicipi kopi house blend, aroma arabica yang wangi dan rasa yang sedikit pahit memberikan sensasi yang beda dengan kopi yang biasanya ditemukan di kopitiam. Selanjutnya kami mencicipi kopi luwak, sekilas dari warna keliatan mirip, tetapi ada sedikit perbedaan selesai tegukan pertama; kopi luwak terasa sedikit asam and fruity sehingga rasa pahitnya tidak begitu kental, dan bener-bener harum. Ketika kami mencoba kembali house blend, it becomes tasteless. Rupanya inilah salah satu alasan kecil kenapa kopi luwak begitu unik dan tidak murah dibandingkan kopi lainnya.
Selesai cupping, kami pun mencoba beberapa variasi minuman yang ditawarkan oleh RKWN, seperti hazelnut latte, dan seperti biasa the ladies will go with ice blended coffee, walau a little too sweet for our taste. Tak terasa waktu berjalan cepat, tetapi suasana di dalam ‘garasi’ yang telah diubah ala design kolonial membuat kami betah. Tak berapa lama kemudian Santo, manager RKWN menghampiri, dan kami pun saling bertukar pikiran dengan obrolan ringan. Di sela percakapan yang kadang membuat haus, Santo merekomendasikan Mango Frizz. This one tasted good! kami juga ditawarkan flavored beer yang mereka claim pertama hadir di Medan.
1 komentar:
d Mna Alamat ga ada Gan...
Posting Komentar